Bidik24.com, Jakarta – Diskusi Mengenai Libur Sekolah Selama Ramadan Semakin Hangat Menjelang Bulan Puasa Maret 2025. Menjelang bulan suci Ramadan yang akan tiba pada Maret 2025, muncul wacana libur sekolah selama bulan puasa yang digagas oleh Kementerian Agama (Kemenag). Salah satu pendukung ide ini adalah Guru Besar bidang Sosiologi Pendidikan dari Universitas Airlangga (Unair), Prof. Dr. Tuti Budirahayu, Dra., M.Si. Menurutnya, gagasan ini dapat memberikan sejumlah manfaat yang signifikan baik bagi siswa maupun orang tua.
Manfaat Libur Sekolah Selama Ramadan Menurut Pakar Pendidikan
Dalam pandangannya, Prof. Tuti menjelaskan bahwa libur selama Ramadan memungkinkan siswa untuk fokus pada kegiatan yang mendukung penguatan karakter, baik di rumah maupun di rumah ibadah. Aktivitas seperti ini, menurutnya, tidak hanya bermanfaat bagi perkembangan spiritual siswa tetapi juga menciptakan hubungan yang lebih erat antara anak dengan keluarga.
“Dengan libur ini, anak-anak bisa lebih tenang beribadah di rumah atau di masjid, sehingga mereka mendapatkan pengalaman berharga dalam penguatan jiwa dan rohani. Selain itu, waktu bersama keluarga juga menjadi lebih banyak, yang dapat mempererat hubungan antara anak dan orang tua,” ungkapnya dalam wawancara yang dikutip dari laman resmi Unair, Kamis (9/1/2025).
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa libur Ramadan juga dapat menjadi momen penting untuk mendidik siswa mengenai nilai-nilai sosial dan moral. Dengan lebih banyak waktu di rumah, mereka dapat dibiasakan menghindari perilaku negatif seperti perundungan (bullying) atau kekerasan lainnya.
“Jika waktu libur ini dimanfaatkan secara maksimal, saya yakin bisa meredam berbagai perilaku negatif yang kerap terjadi di sekolah, termasuk bullying di kalangan siswa,” tambahnya.
Mengatasi Tantangan Akademik Selama Libur Ramadan
Meskipun begitu, Prof. Tuti tidak mengesampingkan potensi dampak negatif pada capaian akademik siswa akibat libur panjang. Libur yang terlalu lama, menurutnya, bisa menghambat pencapaian target akademik yang telah dirancang oleh sekolah.
Sebagai solusi, ia mengusulkan penyesuaian jadwal belajar. Salah satunya adalah dengan menambah jam belajar sebelum atau sesudah libur Ramadan. Alternatif lain adalah mengganti kegiatan belajar di sekolah selama Ramadan dengan tugas-tugas individu yang bisa dikerjakan di rumah secara fleksibel.
“Fleksibilitas dalam belajar menjadi kunci agar siswa tetap dapat mencapai target akademik, sambil menyesuaikan dengan kondisi selama Ramadan,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pengelolaan pendidikan untuk siswa nonmuslim di sekolah umum serta sekolah berbasis nonagama. Tantangan ini, menurutnya, bisa diatasi melalui pembelajaran daring dengan beban yang lebih ringan atau opsi bagi sekolah untuk menentukan jadwal libur yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
“Intinya, pembelajaran selama Ramadan harus dirancang agar tidak terlalu membebani siswa dan tidak mengganggu ibadah mereka,” ujarnya.
Peran Orang Tua dalam Mendukung Proses Belajar Selama Ramadan
Prof. Tuti menegaskan bahwa keberhasilan penerapan libur Ramadan ini memerlukan kolaborasi erat antara guru dan orang tua. Orang tua diharapkan membantu menjaga ritme belajar anak selama libur panjang agar tidak ada penurunan capaian akademik. Ia mengingatkan bahwa pengalaman selama pembelajaran daring saat pandemi bisa dijadikan referensi.
“Kerja sama antara guru dan orang tua sangat penting untuk memastikan siswa tetap terpantau dan hasil belajar mereka tetap optimal,” tuturnya.
Pandangan Lain dari Kementerian Agama dan MUI
Sementara itu, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyatakan bahwa wacana libur sekolah selama Ramadan ini masih dalam tahap pengkajian lebih lanjut.
“Kami masih mengkajinya,” ujar Nasaruddin di Jakarta, Rabu (8/1/2025), seperti dilansir Antara.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan, turut memberikan pandangannya. Ia mendukung ide libur selama Ramadan asalkan diisi dengan kegiatan yang bermanfaat, seperti pesantren kilat, untuk memperkaya pendidikan agama dan nilai-nilai spiritual siswa.
“Libur tidak boleh diartikan sebagai kehilangan waktu belajar sepenuhnya. Orang tua dan guru harus berperan agar kegiatan selama libur Ramadan tetap memberikan manfaat maksimal,” tegas Amirsyah.
Sub detik.com