Home / Opini

Selasa, 5 Agustus 2025 - 10:40 WIB

Penjas dan Deep Learning, Saatnya Pendidikan Jasmani Jadi Pilar Kecerdasan di Sekolah Dasar

Dr. Zikrur Rahmat, M.Pd
Wakil Direktur II PPs Universitas Bina Bangsa Getsempena (UBBG), Bendahara Umum IGORNAS Aceh

Dr. Zikrur Rahmat, M.Pd Wakil Direktur II PPs Universitas Bina Bangsa Getsempena (UBBG), Bendahara Umum IGORNAS Aceh

Oleh: Dr. Zikrur Rahmat, M.Pd

Selama ini, Pembelajaran Pendidikan Jasmani (Penjas) di sekolah dasar sering kali dipersepsikan sebatas aktivitas fisik semata—lari, lempar, loncat, dan bermain di luar kelas. Namun di balik keringat dan sorak-sorai itu, tersembunyi potensi luar biasa: Penjas dapat menjadi ruang strategis untuk menanamkan karakter, membangun kolaborasi, serta mengasah keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Kini, dengan hadirnya Kurikulum Merdeka, arah pendidikan Indonesia bergerak dari sekadar hafalan menuju pemahaman yang lebih dalam—deep learning. Ini bukan sekadar jargon, tapi sebuah pendekatan yang menempatkan siswa sebagai subjek aktif dalam belajar. Mereka diajak untuk mengamati, menganalisis, merefleksi, dan mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman nyata.

Di sinilah Penjas menemukan momentumnya.

Baca Juga  Skandal Wastafel Rp43 Miliar di Aceh: 7 Tersangka Ditahan, Dugaan Korupsi Kian Menguak

Bayangkan sebuah kegiatan Mini Olimpiade di sekolah dasar. Bukan hanya lomba antar kelas, tapi proyek pembelajaran yang terstruktur. Siswa belajar menyusun strategi tim, memetakan kekuatan lawan, dan bahkan menulis refleksi pasca pertandingan. Mereka diajak berdiskusi, menyelesaikan konflik, mengambil keputusan bersama—semuanya bagian dari Higher Order Thinking Skills (HOTS). Inilah bentuk nyata deep learning yang hidup di lapangan sekolah.

Lebih jauh lagi, guru Penjas kini mulai meninggalkan asesmen konvensional. Nilai tidak lagi semata soal kecepatan lari atau akurasi lemparan. Kini, mereka menggunakan jurnal reflektif, observasi perilaku, diskusi kelompok, dan asesmen otentik lainnya untuk menilai perkembangan siswa secara menyeluruh. Ini bukan hanya menilai tubuh, tetapi juga pikiran dan sikap.

Baca Juga  Masyarakat Aceh Jangan Salah, Uang Logam Rp 100 dan Rp 200 Masih Sah! Begini Penjelasan Bank Indonesia

Tentu, perubahan ini tidak terjadi begitu saja. Dibutuhkan dukungan sistemik: pelatihan guru yang berkelanjutan, kurikulum yang fleksibel, dan budaya sekolah yang mendukung inovasi. Namun jika ini terus digerakkan, Penjas tak lagi menjadi pelengkap, melainkan pusat dari pendidikan karakter dan kecerdasan di sekolah dasar.

Deep learning dalam Penjas bukan sekadar idealisme. Ini adalah keniscayaan yang harus diperjuangkan. Ketika siswa diajak bukan hanya bergerak, tapi juga berpikir, bekerja sama, dan merefleksi—di situlah pendidikan sejati menemukan maknanya.

Mari kita jadikan Penjas sebagai ruang belajar yang hidup, bermakna, dan membebaskan. Karena dari lapangan itulah, karakter dan masa depan bangsa bisa dibentuk.

Bidik24.com (OPINI)

Share :

Baca Juga

Opini

Selamat Kepada P3K yang Baru Dilantik: Momentum Baru Birokrasi Modern

Opini

Olahraga sebagai Fondasi Pembangunan Bangsa

Opini

Aceh, Sentra Baru Olahraga Petanque di Indonesia

Opini

Olahraga Aceh di Persimpangan Jalan, momentum atau Kehilangan Arah?

Opini

Regulasi Olahraga Aceh Harus Berdiri di Atas Substansi, Bukan Formalitas

Opini

Sport Tourism dan Regulasi Khusus dalam Rancangan Qanun Keolahragaan Aceh

Opini

Menimbang Peluang dan Tantangan E-Sport

Opini

Naturalisasi Bukan Jalan Tol, Saatnya Indonesia Serius dengan Sport Science