Oleh: Dr. Zikrur Rahmat, M.Pd
Selama ini, Pembelajaran Pendidikan Jasmani (Penjas) di sekolah dasar sering kali dipersepsikan sebatas aktivitas fisik semata—lari, lempar, loncat, dan bermain di luar kelas. Namun di balik keringat dan sorak-sorai itu, tersembunyi potensi luar biasa: Penjas dapat menjadi ruang strategis untuk menanamkan karakter, membangun kolaborasi, serta mengasah keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Kini, dengan hadirnya Kurikulum Merdeka, arah pendidikan Indonesia bergerak dari sekadar hafalan menuju pemahaman yang lebih dalam—deep learning. Ini bukan sekadar jargon, tapi sebuah pendekatan yang menempatkan siswa sebagai subjek aktif dalam belajar. Mereka diajak untuk mengamati, menganalisis, merefleksi, dan mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman nyata.
Di sinilah Penjas menemukan momentumnya.
Bayangkan sebuah kegiatan Mini Olimpiade di sekolah dasar. Bukan hanya lomba antar kelas, tapi proyek pembelajaran yang terstruktur. Siswa belajar menyusun strategi tim, memetakan kekuatan lawan, dan bahkan menulis refleksi pasca pertandingan. Mereka diajak berdiskusi, menyelesaikan konflik, mengambil keputusan bersama—semuanya bagian dari Higher Order Thinking Skills (HOTS). Inilah bentuk nyata deep learning yang hidup di lapangan sekolah.
Lebih jauh lagi, guru Penjas kini mulai meninggalkan asesmen konvensional. Nilai tidak lagi semata soal kecepatan lari atau akurasi lemparan. Kini, mereka menggunakan jurnal reflektif, observasi perilaku, diskusi kelompok, dan asesmen otentik lainnya untuk menilai perkembangan siswa secara menyeluruh. Ini bukan hanya menilai tubuh, tetapi juga pikiran dan sikap.
Tentu, perubahan ini tidak terjadi begitu saja. Dibutuhkan dukungan sistemik: pelatihan guru yang berkelanjutan, kurikulum yang fleksibel, dan budaya sekolah yang mendukung inovasi. Namun jika ini terus digerakkan, Penjas tak lagi menjadi pelengkap, melainkan pusat dari pendidikan karakter dan kecerdasan di sekolah dasar.
Deep learning dalam Penjas bukan sekadar idealisme. Ini adalah keniscayaan yang harus diperjuangkan. Ketika siswa diajak bukan hanya bergerak, tapi juga berpikir, bekerja sama, dan merefleksi—di situlah pendidikan sejati menemukan maknanya.
Mari kita jadikan Penjas sebagai ruang belajar yang hidup, bermakna, dan membebaskan. Karena dari lapangan itulah, karakter dan masa depan bangsa bisa dibentuk.
Bidik24.com (OPINI)